Dalam era yang penuh dengan transformasi teknologi seperti sekarang, sosok guru yang mampu beradaptasi dan menginspirasi menjadi kebutuhan utama di dunia pendidikan. Refleksi pengalaman pribadi saya saat bersekolah, ditambah pengalaman ketika mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG), memberikan gambaran tentang sosok guru masa depan yang dibutuhkan—seorang pendidik yang tidak hanya menguasai materi pelajaran, tetapi juga mampu membimbing siswa agar tumbuh menjadi individu yang kreatif, kritis, dan memiliki akhlak mulia.
Saat masih menjadi siswa, saya memiliki berbagai pengalaman belajar yang dipengaruhi oleh karakter dan metode mengajar setiap guru. Salah satu pengalaman paling berkesan adalah ketika saya berada di bangku SMA. Di sana, saya bertemu dengan seorang guru bahasa yang sangat berdedikasi, Pak Heru. Beliau bukan hanya mengajar dengan penuh semangat, tetapi juga selalu membawa pembaruan dalam metode pengajarannya. Di kala guru lain masih menggunakan papan tulis dan metode ceramah, Pak Heru sudah mencoba menggunakan video pembelajaran dan diskusi kelompok untuk membuat kelas lebih interaktif. Beliau memperlakukan kami bukan sebagai murid, tetapi sebagai partner dalam proses belajar. Pak Heru sering menekankan bahwa belajar tidak hanya sebatas nilai dan ujian, tetapi tentang kemampuan kita untuk memahami dunia dan menyelesaikan masalah sehari-hari. Sosok Pak Heru menjadi inspirasi bagi saya bahwa seorang guru yang baik adalah guru yang mau belajar dan berinovasi.
Pengalaman saya di PPG kemudian memperdalam pemahaman saya tentang pentingnya peran guru di era digital. Program ini membuka wawasan saya tentang metode pembelajaran yang lebih inovatif, terutama yang mengintegrasikan teknologi dalam kelas. Dalam salah satu sesi, kami belajar tentang flipped classroom, di mana siswa diberikan materi untuk dipelajari di rumah melalui video atau modul daring, kemudian kelas digunakan untuk berdiskusi dan mempraktikkan materi tersebut. Metode ini membuka peluang bagi siswa untuk belajar dengan tempo mereka sendiri di rumah, sehingga ketika di kelas mereka bisa lebih terlibat secara aktif. Ini memberi saya gambaran bahwa guru masa depan perlu menguasai teknologi dan memiliki keterampilan untuk mengolahnya menjadi media yang efektif.
Namun, menguasai teknologi saja tidak cukup. Guru masa depan juga harus memiliki kemampuan untuk memahami emosi dan kondisi siswa. Ketika saya PPG kemudian mengikuti PPL 1 dan melakukan praktek mengajar terbimbing di Sekolah Dasar, saya belajar bahwa siswa memiliki latar belakang dan karakter yang sangat beragam. Hal ini mengajarkan saya pentingnya empati dalam mengajar. Sebagai contoh, saya pernah mendapati seorang siswa yang terlihat tidak fokus dan sering tertinggal dalam mengerjakan tugas. Saat berinteraksi lebih jauh, ternyata ia memiliki masalah di rumah yang mempengaruhi semangat belajarnya. Pengalaman ini menyadarkan saya bahwa guru masa depan harus peka terhadap kondisi psikologis siswa, sehingga mereka dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung.
Lebih jauh, guru masa depan juga diharapkan bisa menanamkan nilai-nilai moral dan etika dalam pembelajaran. Saya teringat pesan dari seorang dosen di PPG yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tanpa karakter yang baik bisa menjadi bumerang. Peran guru bukan hanya sebagai pengajar akademik, tetapi juga pembentuk karakter. Di tengah kemudahan akses informasi saat ini, siswa bisa dengan mudah mendapatkan pengetahuan dari internet, tetapi pembentukan karakter dan nilai etika masih membutuhkan bimbingan dari guru. Guru harus mampu menjadi panutan yang tidak hanya memberikan contoh dalam hal intelektual, tetapi juga dalam hal integritas dan etika.
Membayangkan sosok guru masa depan, saya menyadari bahwa menjadi seorang guru bukanlah tugas yang ringan. Guru masa depan harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, terbuka pada perubahan, peka terhadap perkembangan psikologis siswa, dan mampu mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran. Dengan demikian, seorang guru masa depan adalah individu yang siap beradaptasi, menginspirasi, dan mendidik dengan empati serta ketulusan.
Guru masa depan memiliki tugas besar untuk membekali siswa dengan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. Tantangan zaman ini menuntut guru untuk tidak berhenti belajar dan terus berinovasi, sehingga dapat menciptakan generasi yang siap menghadapi perubahan, namun tetap berpegang pada nilai-nilai luhur. Melalui sosok guru yang inspiratif dan berdaya adaptasi tinggi, pendidikan di Indonesia akan mampu menghasilkan generasi yang unggul, mandiri, dan berkarakter kuat.
Daftar Rujukan
- Husna, K, Fadhilah, F, dkk. (2019). Transformasi Peran Guru di Era Digital: Tantangan dan Pekuang. Jurnal Pendidikan dan Ilmu Bahasa.
- Rahayu, R, Iskandar, S, Abidin, Y. (2022). Inovasi Pembelajaran Abad 21 dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Basicedu
- Mulyawati, Y, Marini, A, Nafiah, M. (2022). Pengaruh Empati Terhadap Perilaku Proposial Peserta Didik Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
- Muktamar, A, dkk. (2023). Manajemen Pendidikan (Konsep, Tantangan dan Strategi di Era Digital). Kota Jambi: Penerbit PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
- Isti’ana, A. (2024). Integrasi Teknologi Dalam Pembelajaran Pendidikan Islam. Indonesian Research Journal ON Education.