Cara Gampang Komunikasi yang Harmonis

Cara gampang komunikasi yang harmonis menjadi cara membangun komunikasi yang harmonis dan menciptakan keluarga sejahtera. Pada bagian terdahulu, dalam pembahasan masalah fungsi keluarga, telah disebutkan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

Cara gampang komunikasi yang harmonis menjadikan proses untuk menuju keluarga yan sejahtera. Keluarga sejahtera (masaalihul usroh) tersebut, menurut Asnawi Latief, memiliki unsur-unsur yang meliputi suami (ayah), istri (1bu), dan anak.

Berikut cara komunikasi yang harmonis:

  1. Semua itu harus terjelma: Suami istri yang saleh. Artinya yang dapat mendatangkan manfaat dan faedah untuk dirinya, anak-anaknya, dan masyarakatnya. Sehingga tercermin tindak tanduk dan perbuatan yang dapat menjadi contoh teladan, ” uswatun hasanah” bagi anak-anaknya maupun orang lain.
  2. Anak-anaknya abror (baik) dalam pengertian berkualitas, berakhlak, sehat rohani dan jasmani. Artinya produktif dan kreatit, sehingga kelak tidak menjadi beban orang lain atau masyarakat dan dapat hidup berdikan. Pergaulannya baik. Artinya pergaulan anak-anaknya terarah, hanya dengan anak-anak yang bermental baik, berpendidikan yang sepadan. Mengenal lingkungan yang baik dan bertetangga yang supel tanpa mengorbankan prinsip dan pendinan hidupnya.
  3. Berkecukupan nzkinya (sandang, pangan dan papan). Cukup di sini artinya dapat membiayai hidup dan kehidupan keluarganya, baik untuk sandang, pangan dan papannya, maupun untuk biaya pendidikan dan ibadahnya.
  4. Membangun keluarga sejahtera seperti tersebut di atas adalah sebuah cita-cita yang selalu didambakan oleh setiap pasangan suami- istri dalam kehidupan berumah tangga. Cita-cita itu sudah mereka sepakati bersama jauh sebelum mereka melangsungkan pernikahan. Gelora cita-cita itu semakin membara setelah mereka melangsungkan perkawinan. Namun sayangnya, tidak semua orang dapat mewujudkannya. Hanya keluarga tertentu yang dapat mewujudkannya. Banyak faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Misalnya konflik keluarga, tidak saling membutuhkan, kerawanan hubungan perasaan, kemiskinan keimgınan untuk saling memberi perhatian, dan sebagainya.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *