” Akulah Guru Masa Depan Itu”
Sepenggal kisah yang menjadi kenangan masa sekolah masih membayang hingga saat ini. Sosok guru yang sabar dan menginspirasi terus terbayang dan mengukir senyuman ketika mengingatnya. Beliau tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, menanamkan rasa percaya diri bahwa setiap siswa nya mampu dan memiliki kemampuan unik tersendiri. Ia sangat mahir dalam mengajarkan dan mengenalkan sastra seperti puisi, syair, dan drama kepada siswanya. Saat itu beliau mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang mana menurut saya pelajaran ini sangat mempertanyakan rasa percaya diri pada siswa, terutama dalam puisi dan drama. Beliau selalu memberikan pujian yang tulus dan ikhlas atas setiap penampilan siswanya tanpa terkecuali yang terukir pada senyuman dan sorot matanya. Suaranya yang lantang ketika memberikan contoh sontak membangkitkan semangat yang mungkin mulai redup. Ketika ujian praktik di akhi semester, sang guru memberikan kami kebebasan untuk memilih praktik apa yang akan kami tampilkan. Awalnya saya memilih puisi karena ketika pelajaran puisi saya mampu menghayati puisi yang diberikan, namun teman-teman saya meminta untuk bergabung kedalam seni drama. Saat itu drama yang kami perankan bercerita tentang seorang anak pemulung yang cerdas tetap ingin bersekolah dan mendapat ejekan dari teman-temannya yang mampu dalam hal finansial namun tidak dalam segi akademik. Bu guru tersebut selalu memantau setiap perkembangan latihan drama yang akan kami tampilkan meskipun sudah tidak di jam sekolah. Hal inilah yang menjadi inspirasi bagi saya memilih pendidikan guru untuk mengembangkan semangat sang guru.
Melalui Pendidikan Profesi Guru, pemahaman saya tentang pendidikan semakin mendalam dan terbuka, terutama setelah mempelajari mata kuliah Filosofi Pendidikan yang diampu oleh Bapak Moh.Fauziddin,M.Pd yang mana beliau juga sosok dosen yang selalu membuat mahasiswanya tertawa dan nyaman berada di kelasnya. Beliau juga memiliki berbagai metode mengajar aktif sehingga mahasiswanya tidak bosan dan mengantuk. Mata kuliah yang beliau ampu ini membuka wawasan saya tentang tujuan pendidikan yang sesungguhnya, bukan sekedar transfer pengetahuan. Mata kuliah ini juga mengenalkan saya lebih dalam tentang sosok Ki Hadjar Dewantara sang “Bapak Pendidikan” yang memiliki banyak sekali gebrakan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia dengan slogannya “Ing Ngarso Sungtulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Banyak sekali momen berkesan yang tercipta selama kurang lebih 1 bulan ini. Baik itu pengalaman dari dosen maupun dari rekan sesama mahasiswa. Rasa syukur yang tidak bisa saya ungkapkan satu persatu ketika berada dan dikelilingi oleh lingkungan tempat saya tumbuh, berkembang atau berproses selama menjalani Pendidikan Profesi Guru.
Saat ini, saya sedang menjalani perkuliahan Pendidikan Profesi Guru untuk lebih mengasah kemampuan saya agar menjadi guru yang profesional kedepannya. Saya juga sedang melakukan Praktik Pengalaman Lapangan 1 (PPL 1) di UPT SDN 005 Langgini. Saya menyadari bahwa betapa kompleksnya dinamika kelas. Ada siswa yang cenderung pasif, memiliki kesulitan belajar, dan ada juga yang tangki cintanya sudah terisi penuh di rumah sehingga sang siswa merasa senang dalam belajar. Melihat keadaan di lapangan ini mendorong saya untuk terus belajar dan mengembangkan berbagai strategi pembelajaran yang efektif melalui observasi terlebih dahulu. Penerapan Konsep Konstruktivisme cukup menarik bagi saya. Saya percaya bahwa setiap siswa adalah pembelajar aktif yang dapat membangun pengetahuannya. Oleh karena itu, dalam Praktik Pembelajaran Terbimbing, saya banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi, bertanya, dan menemukan jawabannya sendiri. Saya juga menganggap empati sebagai salah satu kualitas penting bagi seorang guru. Dengan memahami perasaan dan perspektif siswa, saya dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan nyaman bagi semua siswa. Melihat antusiasme siswa saat diberikan kesempatan untuk mengesplorasi materi dengan cara yang berbeda benar-benar menginspirasi. Salah satu pelajaran yang saya ajarkan saat itu adalah mengenalkan cara mengoperasikan pembagian menggunakan metode “Tusuk Sate” di kelas 4. Ternyata banyak sekali siswa yang merasa terbantu dalam menggunakan metode tersebut.
Melalui pengalaman PPG dan perenungan mendalam tentang Filosofi Pendidikan, saya semakin yakin bahwa menjadi guru adalah panggilan jiwa saya. Saya ingin menjadi guru yang tidak hanya mentrasfer pengetahuan, tetapi juga menginspirasi siswa untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. Menggabungkan teori dan praktik akan membantu saya menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung siswa untuk mencapai potensi terbaiknya.